ticker

6/recent/Ticker-posts

PT CPI Gandeng ITB Guna Mudahkan Pengeringan Jagung Hasil Panen di Musim Penghujan

 


BANDUNG, AZYNEWS- Petani jagung di Indonesia kerap menemukan kendala melakukan pengeringan jagung di musim penghujan. Akibatnya pengeringan yang dilakukan secara manual oleh petani tidak menghasilkan kualitas jagung yang baik sehingga harga jual menjadi turun.

Guna memberikan kemudahan kepada para petani, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (PT CPI) berkerjasama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) menciptakan mesin pengering jagung atau corn dryer mobile versi 2.6.

Corn dryer mobile yang dikerjasamakan sejak Tahun 2019 ini langsung diserahterimakan pihak ITB kepada PT CPI, Senin (4/10/2021). PT CPI juga menyerahkan hasil uji coba dan manual book yang diserahkan perwakilan ITB Ir Toto Hardianto kepada VP Enginering and Teknologi PT CPI Emier Shandy.

GM Enginering and Teknologi PT CPI Ir Ignatius Chandra Gunawan mengatakan, PT CPI memiliki sekitar 10 corn dryer mobile, namun baru satu unit yang dikerjasamakan dengan ITB. Menurutnya, corn dryer mobile yang dikerjasamakan dengan ITB ini memiliki banyak kelebihan.

"Ini kelebihannya kita memasangkan lebih banyak sensor dari sebelumnya untuk kadar air dan temperatur. Keberadaan sensor itu kita bisa mengoperasikan mobil ini secara otomatis, ada program sederhana yang membuat nanti kita mengetahui kadar air saja, setingan temperatur bisa dilakukan secara otomatis," katanya usai serah terima di Kampus ITB, Jalan Ganesa, Kota Bandung.

Corn dryer mobile versi 2.6 ini merupakan hasil penelitian dan pengembangan dari Fakultas Teknik Mesin Dan Dirgantara (FTMD) dan Sekolah Teknik Elektro Dan Informatika (STEI) ITB.

"Ada juga sistem memanfaatkan udara hasil pendinginan. Kita manfaatkan untuk dimasukkan ke ruang pembakaran harapannya itu akan menurunkan konsumsi bahan bakar, ini bisa dibilang lebih hemat dari yang sebelumnya," ungkapnya.

"Kemudian kita tambahkan satu fitur timbangan, dengan timbangan ini kalau proses di lapangan orang itu tidak perlu menimbang satu-satu, ini sudah integrated sistem, jadi berapapun yang dimasukan ada data basenya," tambahnya.

Ignatius menyebut, kapasitas produksi corn dryer mobile ini lebih besar dari sebelumnya bisa mengeringkan 1,5 ton per satu jam. Tak hanya itu, konsumsi bahan bakar lebih rendah dibanding versi sebelumnya yaitu dari 1,7 liter/persen/ton menjadi 1,2 liter/persen/ton.

"Kapasitas, jadi 1,5 ton per jam dengan penurunan kadar air 10 persen, di mana sebelumnya kita hanya bisa 1 ton. Kapasitas lebih besar dan konsumsi bahan bakar turun, pengendalian otomatis dan data-data tersimpan dalam database. Itu jadi salah satu parameter ya," paparnya.

Ignatius mengatakan, corn dryer mobile ini sudah pernah dipamerkan di hadapan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo dan Bupati Grobogan Sri Sumarni belum lama ini.

"Ini sudah digunakan kemarin waktu ada panen raya di Grobogan, Rabu lalu. Hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan quality kontrol, pengeringan baik sampai kedalam baik, kemudian pecahan ini masih masuk ke batas toleransi, malah ada stu fitur tambahan yang sebetulnya muncul sendiri karenakan pake hembusan angin ada proses pembersihan dari kulit ari. Ini tidak sengaja didisain karena ada udara mengalir dia akan terbawa sendiri,"jelasnya.

Menurut Ignatius, jagung hasil panen tidak boleh disimpan lama. Jagung itu harus langsung dikeringkan agar kualitasnya terjaga dan corn dryer mobile ini cocok datang langsung ke lokasi panen agar tidak memakan waktu dan biaya produksi lebih banyak.

"Ini sangat cocok langsung datang ke wilayah panen, langsung dikeringkan. Kalau tidak ada ini untuk 1 ton butuhnya 25 meter persegi selama tiga hari dengan cuaca memungkinkan. Kalau di sini satu jam ya dapat satu ton," tuturnya.

Sementara itu, Toto Hardianto perwakilan dari Fakultas Teknik Mesin Dan Dirgantara (FTMD) ITB mengatakan, pihaknya terdorong membuat sistem corn dryer mobile ini berawal dari keluhan petani.

"Petani pengeringannya secara natural (manual), kalau kemarau okey, tapi kalau hujan jadi masalah dan ini jadi kesulitan dan sebabkan harga rendah," kata Toto.

Toto mengapresiasi langkah PT CPI dalam mengembangkan corn dryer mobile ini dan menyempurnakan sistemnya bekerjasama dengan ITB.

"Ada dua langkah, pertama otomatisasi, jadi kontrol dan kedua adalah penyempurnaan tindaklanjut pengeringan dan pendinginan. Kami senang sekali ilmu di kelas diterapkan di sini, ini aplikasi benar turun ke bawah ya," ujar Toto.

Toto mengatakan, kehadiran corn dryer mobile ini memberikan solusi bagi para petani jagung yang membutuhkan untuk melakukan pengeringan jagung lebih cepat.

"Solusinya dalam hal ini, menjemput bola dan membantu petani supaya menstabilkan hasil pertanian dari sisi pasar dan harga, juga menstabilkan pasokan karena kebutuhan jagung ini sampai ribuan ton," ucapnya.

Toto juga menegaskan, kehadiran corn dryer mobile ini memberikan kemudahan dan kesejahteraan bagi petani. "Jelas, kemudahan dan kesejahteraan," tegasnya.

Kepala Divisi Transfer Teknologi Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK) ITB Eko Agus Presetyo mengatakan, corn dryer mobile ini merupakan contoh yang baik kerjasama antara industri dan akademisi.

"Jadi ini contoh yang sangat baik bagaimana kerjasama antara industri dan akademisi menjadi satu," ujarnya.

Tak berhenti di sini, LPIK ITB berharap prototipe ini terus dikembangkan bahkan dikomersialisasikan.

"Ini baru prototipe, prototipe ini sudah diuji dan sudah bisa diterapkan, cuman persoalannya bagaimana prototipe ini bisa jadi produk yang banyak dimanfaatkan secara luas, jadi tidak berhenti di LPIK, tidak berhenti di ITB, bagaimana ITB bersama-sama ikuti kemudian meningkatkan jumlahnya atau skill up juga produksinya supaya bisa dimanfaatkan petani, misalnya jagung di beberapa tempat di Indonesia. Mungkin ratusan bahkan ribuan unit, kita harus berkolaborasi ya," paparnya.

"Dan satu hal penting tidak berhenti di sini tapi pengembangan ya, tidak hanya jagung tapi produk yang lain, seperti gabah, kopi dan coklat yang memiliki prinsip yang sama mengurangi kadar air dan pengembangannya bagaimana lebih terjangkau, kalau ginikan bisa ratusan juta, dibikin dan dikembangkan dan lebih terjangkau," pungkasnya. (Red./Dodi S)

Posting Komentar

0 Komentar