Azynews, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat Menyelenggarakan Dialog Rancangan KUHP bersama Sekolah Tinggi Hukum Bandung (STHB) (Selasa, 27/09/2022). Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan Dialog Rancangan KUHP yang diselenggarakan secara serentak bersama seluruh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM di 33 Provinsi di Indonesia sebagai tindak lanjut arahan Presiden R.I Joko Widodo pada Rapat Terbatas Kabinet pada tanggal 2 Agustus 2022 untuk diadakan agenda dialog publik membahas isu-isu krusial dalam RUU KUHP bersama masyarakat. Tujuan diselenggarakannya Dialog ini adalah untuk Melakukan identifikasi terhadap tanggapan publik atas isu-isu krusial yang memerlukan langkah lanjut bersama pemerintah dan mitra strategis dalam rangka pembentukan RUU KUHP, memastikan proses pembentukan RUU KUHP sesuai dengan kaidah pembentukan peraturan perundang-undangan, serta merumuskan langkah terobosan yang dapat dilakukan dalam mempercepat pembentukan RUU KUHP yang turut secara efektif menangkap aspirasi publik.
Dialog RKUHP ini dibawakan oleh Kepala Subbidang PenyuluhanHukum, Bantuan Hukum dan JDIH, Zaki Fauzi Ridwan selaku Narasumber didampingi oleh Budiman Muhammad, Penyuluh Hukum Ahli Madya pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat selaku Moderator serta dihadiri oleh Dosen Hukum Pidana dan Mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum Bandung.
Wakil Ketua I Sekolah Tinggi Hukum Bandung, Dr. Endang Pujiastuti, S.H.,M.H., dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas dipilihnya STHB sebagai tempat diselenggarakannya kegiatan Dialog Rancangan KUHP ini, Selain itu, beliau juga menyampaikan harapannya agar setelah kegiatan ini dilaksanakan dapat memberikan manfaat yang besar baik bagi lingkungan STHB pada khususnya, maupun masyarakat pada umumnya.
Dialog ini difokuskan untuk membahas isu-isu yang selama ini menjadi kontrovesi di masyarakat, antara lain: Hukum yang Hidup dalam Masyarakat (Living Law), Pidana Mati, Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden, Menyatakan Diri dapat melakukan Tindak Pidana karena memiliki Kekuatan Gaib, Dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa Izin, Contempt of Court, Unggas yang merusak kebun yang ditaburi benih, Advokat yang curang, Penodaan Agama, Penganiayaan Hewan, Alat Pencegah Kehamilan dan Pengguguran Kandungan, Penggelandangan, Pengguguran Kandungan, serta Tindak Pidana Kesusilaan/Terhadap Tubuh (Perzinaan, Kohabitasi, dan Perkosaan).
Upaya rekodefikasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional sudah digagas sejak tahun 1963 tepatnya disampaikan dalam Seminar Hukum Nasional I di Semarang, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk melakukan penataan ulang bangunan sistem hukum pidana nasional, RKUHP adalah sebuah simbol peradaban suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat. Sehingga dibangun dan dibentuk dengan mengedepankan prinsip nasionalisme dan melibatkan partisipasi aktif, pembentukan peraturan perundang-undangan perlu adanya partisipasi publik yang dilakukan secara bermakna (meaningful participation).
Pembaharuan RUU KUHP menjadi salah satu agenda strategis yang perlu dilakukan oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk merealisasikan pembaruan hukum tersebut. Sejak tahun 2015, Pemerintah dan DPR telah membahas RUU KUHP secara intensif dan komprehensif. Misi yang diusung dalam RKUHP ini di antaranya :
- Dekolonialisasi: Upaya menghilangkan nuansa kolonial dalam substansi KUHP lama, yaitu mewujudkan Keadilan Korektif-Rehabilitatif-Restoratif, Tujuan & Pedoman Pemidanaan (Standard of Sentencing, & memuat alternatif Sanksi Pidana.
- Demokratisasi: Pendemokrasian rumusan pasal tindak pidana. RKUHP sesuai Konstitusi (Pasal 281 UUD 1945) & Pertimbangan Hukum dari Putusan MK atas pengujian pasal-pasal KUHP yang terkait.
- Konsolidasi Penyusunan kembali ketentuan pidana dari KUHP lama dan sebagian UU Pidana di luar KUHP secara menyeluruh dengan Rekodifikasi (terbuka-terbatas).
- Harmonisasi Sebagai bentuk adaptasi & keselarasan dalam merespon perkembangan hukum terkini, tanpa mengesampingkan hukum yang hidup (Living law)
- Modernisasi: filosofi pembalasan klasik (Dood-strafrecht) yang berorientasi kepada perbuatan semata-mata dengan filosofi integrati (Dood-Doderstrafrecht-Slachtoffer) yang memperhatikan aspek perbuatan, pelaku dan korban kejahatan (pemberatan dan peringanan pidana)
Eka D, Dosen Hukum Pidana STHB menyampaikan bahwa memang tidak mudah mensosialisasikan RKUHP ini kepada masyarakat dikarenakan perbedaan pemahaman dan penafsiran masyarakat atas pasal-pasal yang ada dalam RKUHP ini, oleh karena itu ada beberapa poin penting yang perlu disampaikan kepada masyarakat, antara lain Alasan pentingnya KUHP yang baru :
- Alasan politis : bangsa Indonesia sudah merdeka, sudah selayaknya Indonesia memiliki KUHP sendiri, karena KUHP adalah cerminan suatu bangsa. KUHP disusun oleh politisi dan akademisi yang memiliki kompetensi di bidangnya dan sudah melalui serangkaian pembahasan untuk memperbaiki isinya
- Alasan filosofis : bangsa Indonesia kepribadiannya adalah Pancasila, sehingga wajar jika hukum adatnya perlu dibangkitkan, maka dari itu dalam KUHP menampung keberagaman dalam hukum adat di Indonesia;
- Alasan Sosioligis : secara sosiologis perlu ada kaidah yang bisa menghimpun seluruh kepentingan masyarakat
- Alasan Adaptif : RKUHP harus memperharikan kecenderungan-kecenderungan internasional, oleh karena itu RKUHP ini mengadopsi konsep restorative justice, rehabilitasi, dll
- Alasan Praktis : KUHP yang lama sudah tidak relevan dengan keadaan masyarakat saat ini sehingga perlu diadakan pembaruan. Sebagai contoh masih perlukah membedakan antara kejahatan dan pelanggaran?
Selain itu, KUHP yang berlaku saat ini merupakan peninggalan Bangsa Belanda yang juga mengadopsi dari Perancis, bahasanya sulit dipahami dan menimbulkan berbagai penafsiran, bahkan hingga saat inipun terjemahan KUHP masih memiliki berbagai versi, oleh karena itu perlu dibuat KUHP yang disusun dalam oleh Bangsa Indonesia sendiri dengan Bahasa yang mudah dipahami.
Perwakilan BEM STHB memberikan tanggapan mengenai maraknya demo yang menentang RKUHP sebagai contoh ada pelajar STM yang demo, selama ini mereka dianggap asal demo saja tanpa memahami RKUHP, ini bukan sepenuhnya salah mereka, namun juga disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat, oleh karena itu, hal ini menjadi PR bagi para stakeholder untuk memperluas cakupan sosialisasi. Selama ini tidak ada salahnya apabila masyarakat sipil maupun pelajar memberikan pendapat atau pandangannya terhadap RKUHP, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pemenuhan partisipasi dan keterlibatan publik secara sungguh-sungguh dalam pembentukan peraturan perundang-undangan wajib memiliki 3 (tiga) prasyarat penting yaitu hak untuk didengarkan (right to be heard), hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered), dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained)
Selain melalui kegiatan Dialog Publik, Kementerian Hukum dan HAM melalui BPHN menampung segala bentuk masukan masyarakat mengenai RUU KUHP, dengan membuka ruang dialog publik online melalui platform PARTISIPAKU yang dapat diakses melalui laman http://partisipasiku.bphn.go.id/.** (Red./Azay)
0 Komentar