Camat Regol, Sri Kurniasih mengatakan, Kecamatan Regol telah melaksanakan berbagai program guna meningkatkan pengelolaan sampah mandiri mulai dari sumbernya.
Program tersebut, kata Sri, mulai dari pembentukan tim penangan sampah, pengaktifan Kawasan Bebas Sampah (KBS), sosialisasi dan edukasi, hingga pemilahan dan pengolahan sampah.
"Kita terus melakukan edukasi mulai dari door to door ke rumah warga hingga edukasi melalui media sosial kecamatan dan LKK," katanya di Kantor Kecamatan Regol, Senin (8/1/2024) lalu.
Masyarakat Kecamatan Regol mulai terbiasa memilah sampahnya sendiri mulai dari rumah. Sampai saat ini, kata dia, sebanyak 5.524 Kepala Keluarga (KK) atau 26,15 persen warga telah memilah sampahnya secara mandiri.
"Pengelolaan sampah organik dengan metode komposter, biopori, loseda, ecobrik, magotisasi. Di pasar Karapitan juga Kita lakukan maggotisasi kerjasama dengan kepala pasar. Kemudian pembuatan mesin pencacah di Cigereleng. Selanjutnya di kelurahan pasirluyu menggunakan Wisanggeni," kata dia.
Kecamatan Regol juga memiliki berbagai inovasi untuk mendorong warga mengelola sampah mulai dari Gerakan Adu Campernik (Ayo ke Posyandu Candak Sampah kering Anorganik), Gerakan Rumah Daun (Garuda) hingga Gerakan Misting dan Kempis (Gamis).
Terkait dengan pengolahan sampah anorganik, di Kecamatan Regol telah memiliki 9 bank sampah yang tersebar di seluruh kelurahan.
"Regol juga telah memiliki 6 lokasi kawasan bebas sampah (KBS) yang tersebar di lima kelurahan," ujarnya.
Ia mengatakan, meski darurat sampah telah berakhir, tapi upaya pengelolaan sampah sejak dari sumber akan terus dilakukan demi Kota Bandung yang lebih baik.
"Mudah-mudahan inovasi ini meningkatkan kesadaran masyarakat untuk dapat melakukan pemilahan sampah di sumber. Kedepan tujuan kita mengurangi sampah organik dan anorganik di wilayah kita," katanya.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna menyampaikan, Kecamatan Regol merupakan kecamatan yang berada di pusat kota Bandung sehingga harus menjadi contoh bagi kecamatan lainnya.
Ia menyebut dalam mengubah paradigma masyarakat terkait pengelolaan sampah membutuhkan waktu yang cukup panjang. Untuk itu diperlukan kekompakan seluruh elemen masyarakat.
"Mengubah paradigma perlu waktu, kita perlu kekompakan seluruh elemen masyarakat untuk kita sendiri. Silahkan berlomba lomba dalam kebaikan. Kita ingin Bandung bisa menjadi kota bebas sampah," kata Ema saat meninjau pengolahan sampah di Kecamatan Regol.
Dari sampah 1.300 yang biasa diangkut ke TPA Sarimukti, hanya 934 ton sekarang yang diangkat. Ada 400 ton yang bisa diselesaikan. Keberhasilan tersebut berkat kinerja dari berbagai klaster.
Sebanyak 109 ton sampah bisa terolah dengan baik, mulai dari klaster pendidikan, tempat ibadah, asosiasi perdagangan, dan perkantoran.
Sampai saat ini, ada 20 persen kelurahan di Kota Bandung telah diberikan ember dan karung, serta daya dukung anggaran untuk membuat hanggar maggot.
Untuk semakin menuntaskan permasalahan sampah, Pemerintah Kota Bandung pun membangun sejumlah tempat Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).
"Saya harap masyarakat Regol berprestasi dalam penanganan sampah. Regol merupakan wajah kota. Ini sudah waktunya, tidak mungkin kembali ke masa lalu supaya tidak terulang, apalagi ini baru di awal tahun hadirkan komitmen dan kebersamaan untuk semangat menghadirkan lingkungan bebas sampah," ungkapnya. (Red./Anton)
0 Komentar