BANDUNG, AZYNEWS- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat memperkirakan, perubahan bentang alam di Kawasan Bandung Utara akibat alih fungsi lahan mencapai kurang lebih 10 hingga 20 hektare per tahunnya dalam kurun 10 tahun ke belakang. Untuk itu, pemerintah harus menyetop keluarnya izin-izin usaha baru demi menyelamatkan KBU.
"Tidak terhindarkannya izin-izin pembangunan salah satu faktor penyebab rusaknya tatanan ekologi yang memiliki peran penting bagi kehidupan manusia. Tak heran perubahan iklim makin terasa," kata Direktur Eksekutif Walhi Jabar Wahyudin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/4/2024) kemarin.
Bandung banyak digemari banyak orang karena sejuknya lenyap tergerus oleh pembangunan yang serakah. Tak pelak, bencana sebagai imbasnya kerap terjadi.
Dalam pengamatan Walhi, pemerintah juga terkesan hanya mengedepankan nilai tambah pendapatan dari sektor bisnis properti, jasa wisata serta jasa lingkungan yang terdapat di KBU.
"Salah satu contoh dominasi kegiatan dikawasan tersebut yaitu maraknya izin pembangunan hotel, perumahan, apartemen dan vila," ucapnya.
Tak cuma itu, terdapat bisnis lain yang menyebabkan terjadinya perubahan bentang alam seperti menjamurnya izin-izin wisata alam (kafe, usaha kuliner, outbound, offroad dan privatisasi air).
Kegiatan yang diberi izin, lanjut Wahyudin, dikeluarkan dengan sporadis oleh pemerintah kabupaten/Kota dan provinsi.
"Situasinya tidak hanya menyebabkan perubahan fungsi kawasan semata, kegiatan tersebut menuai masalah baru yang sangat serius," ucapnya.
Ia mencontohkan, kegiatan wisata alam dan kuliner seringkali terdapat ketidakseriusan dalam pengelolaan usahanya sehingga menimbulkan banyak sampah yang tidak dikelola dengan baik. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya pencemaran.
"Lebih buruknya (sampah) dibuang ke anak sungai yang berada di kawasan tersebut," ujarnya.
Kegiatan yang muncul dari pembangunan perumahan, hotel, apartemen dan villa-villa juga memunculkan timbulan sampah yang tidak diawasi serta diikat kebijakan yang pasti agar pengelola juga bertanggung jawab terhadap persoalan itu.
"Perlu diingat bahwa KBU selain memiliki fungsi penting bagi hidup hajat orang banyak, kawasan tersebut berada juga pada zona sesar Lembang, jika situasinya terus mengalami pembangunan yang tidak diatur serta dibatasi, maka tidak menutup kemungkinan hal tersebut akan memicu gerakan tanah," kata Wahyudin. Pemerintah juga terkesan lupa Jabar masuk pada kategori daerah rawan bencana.
"Jika situasi tersebut terus terjadi tecermin dengan jelas bahwa bencana disebabkan salah satunya oleh tangan-tangan yang memiliki kebijakan," ucapnya.
Tak heran, setiap memasuki musim hujan bencana longsor serta banjir bandang kerap terjadi saban tahun di KBU meliputi Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat.
Kerugian lingkungan pun tidak dapat terhitung dan korban meninggal semakin bertambah setiap tahunnya.
"Harusnya dari kondisi ini dapat menjadi teguran bagi semua pihak, memunculkan kepedulian dari masyarakat luas terkhusus masyarakat yang berada di Bandung Raya, dan harusnya menjadi pemicu untuk pemerintah agar dapat menata lebih jauhnya memulihkan kerusakan ini, bukan malah melegalkan untuk terus mengeluarkan izin-izin baru," ucapnya.
Walhi sebagai anggota Komisi Penilai Amdal (KPA) menegaskan, tidak akan lagi memberikan penilaian dokumen analisis mengenai masalah dampak lingkungan hidup (Amdal), rencana pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan hidup (RPL RKL) kepada setiap pemrakarsa yang mengajukan permohonan perizinan kepada pemerintah untuk kegiatan usaha di KBU.
Walhi juga tidak akan memberikan rekomendasi apapun serta izin apapun kepada pemerintah untuk kegiatan pembangunan serta usaha di KBU. Walhi juga mendesak pemerintah kabupaten/Kota dan provinsi segara melakukan penertiban bagi perusahaan yang melakukan pelanggaran lingkungan di sana.
Pemerintah Provinsi juga harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan serta wajib melakukan pemulihan kerusakan lingkungan KBU. Walhi menegaskan, kehadiran Perpu Cipta Kerja bukan produk kebijakan yang bisa menghilangkan nilai serta prinsip ekologi di KBU.
"Bagi Walhi sangat keliru ketika PJ Gubernur Provinsi Jawa Barat ikut mengamini secara otomatis terhadap tidak berlakunya lagi Perda KBU," ujar Wahyudin.
Soalnya, Perda itu merupakan upaya menjaga serta memulihkan kawasan tersebut yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan masyarakat, khususnya di Bandung Raya. (Red./Annisa)
0 Komentar